NasionalPeristiwa

Banjir Sumatera 2025: Bencana Ekologis dan Ujian Tata Kelola Politik

Oleh : Annisha Wulandari

Banjir dan tanah longsor dahsyat yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir November 2025 bukan sekadar tragedi hidrometeorologi biasa. Dengan ratusan korban jiwa dan jutaan warga terdampak, serta estimasi kerugian ekonomi mencapai puluhan triliun rupiah, bencana ini adalah alarm keras atas kerapuhan ekologis yang dipicu oleh kegagalan tata kelola politik dan pembangunan di tingkat lokal hingga nasional.Isu-isu yang muncul ke permukaan menelanjangi betapa bencana ini telah menjadi komoditas politik yang menguji komitmen para pemangku kebijakan.1. Status Bencana Nasional: Antara Respons dan Tanggung JawabSalah satu isu politik terpanas adalah desakan agar Pemerintah Pusat segera menetapkan status Bencana Nasional. Skala kerusakan dan jumlah korban yang masif—menjadikannya salah satu bencana paling mematikan sejak 2018—menimbulkan pertanyaan kritis mengenai kapabilitas pemerintah daerah dalam penanganan darurat dan pemulihan jangka panjang.Penetapan status nasional bukan hanya soal anggaran “dana on call” yang sudah disiapkan, tetapi tentang koordinasi terpusat dan mobilisasi sumber daya yang lebih besar. Keengganan untuk menaikkan status ini, meskipun dengan dampak yang begitu luas, memicu dugaan bahwa pemerintah menghindari political cost dan tanggung jawab yang lebih besar. Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh advokat yang menuntut penetapan status nasional memperjelas bahwa isu ini telah bergeser dari ranah teknis ke ranah hukum dan politik.2. Akuntabilitas Lingkungan: Siapa Bertanggung Jawab Atas Deforestasi?Banjir bandang membawa serta kayu-kayu gelondongan, sebuah bukti nyata bahwa bencana ini tidak hanya disebabkan oleh curah hujan ekstrem (fenomena Siklon Senyar), tetapi juga oleh degradasi lingkungan di wilayah hulu. Para pakar UGM dan aktivis lingkungan sepakat bahwa berkurangnya tutupan hutan secara drastis (dampak dari deforestasi dan alih fungsi lahan) meningkatkan limpasan air dan debit puncak banjir.Menteri Kehutanan telah mengidentifikasi 12 perusahaan yang diduga berkontribusi terhadap banjir di Sumatera Utara, mengindikasikan bahwa izin-izin ekstraktif di sektor pertambangan dan perkebunan (terutama sawit) adalah aktor utama. Ini adalah isu politik krusial: Sejauh mana komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum terhadap korporasi besar yang merusak lingkungan?Desakan untuk moratorium izin tambang dan perluasan kebun sawit serta audit total izin ekstraktif pascabencana harus menjadi prioritas politik. Banjir Sumatera adalah peringatan bahwa business as usual dalam pengelolaan sumber daya alam akan terus menghasilkan bencana yang lebih buruk.3. Kesenjangan Respons dan Empati PemimpinTragedi ini juga menyoroti kualitas kepemimpinan dan respons elite politik. Di tengah duka mendalam dan jeritan para penyintas, muncul kritik keras terhadap lambatnya bantuan, tidak meratanya distribusi logistik, hingga isu hilangnya sinyal komunikasi. Kasus seorang kepala daerah yang pergi umrah saat bencana melanda wilayahnya bahkan berujung pada pemecatan oleh partai, menunjukkan adanya krisis empati dan akuntabilitas publik di kalangan elite.Percepatan penyediaan hunian tetap, layanan trauma healing, dan pemulihan infrastruktur bukan hanya tugas teknis, tetapi mandat moral dan politik untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.Momentum Perubahan Paradigma :Banjir Sumatera 2025 harus menjadi momentum politik untuk melakukan perombakan total tata kelola lingkungan dan kebencanaan di Indonesia.Prioritas tidak boleh lagi hanya terfokus pada respons darurat (reaksi setelah kejadian), melainkan pada mitigasi kebencanaan sebagai prioritas nasional yang terintegrasi dengan kebijakan pembangunan berkelanjutan. Para elite politik harus berani mengambil keputusan sulit: mencabut izin-izin yang merusak, merehabilitasi hutan secara masif, dan mengubah paradigma ekonomi ekstraktif menjadi ekonomi yang berlandaskan kelestarian ekologis.Jika tidak, bencana berikutnya hanya tinggal menunggu waktu, dan tragedi ini akan terus menjadi utang politik yang harus dibayar mahal oleh rakyat.

Advertisement Space

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Wett

Matiin Adblock Bro!