HukrimPandeglangRuang Tokoh

RUU TNI: Ancaman Supremasi Sipil dan Problematika Hukum

Pandeglang – Pembahasan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang dilakukan oleh Komisi 1 DPR RI secara tertutup di hotel Fairmont Jakarta dan pada malam hari menuai kontroversi. Proses legislasi yang seharusnya mengedepankan asas transparansi dan partisipasi publik justru tertutup dari masyarakat, memicu kekhawatiran akan kembalinya militer ke ranah sipil dan melemahnya supremasi hukum.

Ahmad Zaki Rayhan, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Mathla’ul Anwar, menilai bahwa revisi ini memiliki implikasi serius terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia.

Advertisement Space

“Pembahasan yang dilakukan secara tertutup dan minim partisipasi publik bertentangan dengan prinsip keterbukaan dalam proses legislasi. Ini bukan hanya soal kebijakan militer, tetapi juga menyangkut tatanan hukum dan supremasi sipil yang menjadi dasar demokrasi kita,” ujar Zaki.

Selanjutnya, Zaki juga menjelaskan tiga Problematika Hukum dalam RUU TNI yang hari ini sedang ramai dibahas ialah :

1. Pelanggaran Prinsip Supremasi Hukum

Advertisement Space

Rapat tertutup ini bertentangan dengan Pasal 28F UUD 1945 yang menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi terkait kebijakan publik.
Proses legislasi yang tidak transparan berisiko menghasilkan undang-undang yang tidak sejalan dengan prinsip negara hukum (rechtsstaat). Sebagaimana pula yang telah ditegaskan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, bahwa masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun daerah.

2. Potensi Kembalinya Dwifungsi ABRI

Usulan penempatan prajurit aktif dalam instansi sipil bertentangan dengan segala Konstitusi yang hari ini berlaku, bahkan di dalam UU TNI No. 34 Tahun 2004 juga telah menegaskan pemisahan peran militer dan sipil maka jika RUU ini disahkan tanpa batasan yang ketat, kebijakan ini dapat menjadi jalan bagi dominasi militer dalam pemerintahan, mengulang sejarah kelam Dwifungsi ABRI di era Orde Baru.

3. Konflik Konstitusional dan Pelanggaran HAM

Perluasan kewenangan militer dalam pemerintahan dapat mengancam prinsip demokrasi dan hak sipil. Pelibatan TNI dalam ranah sipil tanpa pengawasan ketat berisiko menciptakan ketidakpastian hukum dan melemahkan supremasi sipil.
Seruan untuk Transparansi dan Pengawasan Publik

Ahmad Zaki Rayhan menegaskan bahwa, revisi UU TNI harus diawasi secara ketat agar tidak menjadi alat untuk menghidupkan kembali kekuasaan militer dalam pemerintahan.

“Demokrasi yang sehat membutuhkan kontrol sipil atas militer, bukan sebaliknya. Jika revisi ini tetap dipaksakan tanpa kajian mendalam dan keterlibatan publik, maka kita sedang menghadapi ancaman serius terhadap sistem hukum dan demokrasi yang telah kita bangun sejak Reformasi 1998,” tutup Zaki.

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Wett

Matiin Adblock Bro!