
Jakarta – Kawal Demokrasi, menyoroti ketentuan baru mengenai DPR RI yang dapat mencopot sejumlah pejabat tinggi lembaga negara melalui pasal tambahan dalam revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, yang disahkan dalam rapat paripurna di gedung parlemen, Jakarta Pusat, pada Selasa, 4 Februari 2025.
Aturan tersebut justru bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, karena jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-Undangan, Tata Tertib DPR berada di bawah undang-undang.
“Sebagaimana adagium yang berbunyi: Lex superior derogat legi inferiori, aturan hukum yang lebih tinggi mengesampingkan aturan hukum yang lebih rendah tingkatannya,”ucap Founder Kawal Demokrasi, M. Nurul Hakim.
Aturan yang memicu kontroversi itu terdapat pada Pasal 288 A revisi Peraturan DPR tentang Tata Tertib, yang berbunyi:
Ayat (1): Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 227 Ayat 2, DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR; dan
Ayat (2): Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 bersifat mengikat dan disampaikan oleh Komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Hakim juga menyatakan bahwa tambahan kewenangan tersebut bertentangan dengan prinsip pemisahan kekuasaan yang telah diamanatkan dalam konstitusi negara. Hal ini merupakan bentuk kecacatan DPR RI dalam memahami sistem ketatanegaraan di Indonesia.
Padahal, dalam konstitusi, DPR hanya memiliki kewenangan untuk mengajukan, menyetujui, dan memberikan pertimbangan kepada calon pejabat independen tertentu, bukan untuk mengevaluasi atau bahkan mencopotnya.
“Jika dibiarkan, hal ini dapat membuka ruang bagi transaksi politik dan negosiasi kepentingan yang merugikan rakyat,” ujar Founder Kawal Demokrasi, M. Nurul Hakim.