Netralitas ASN : Di Antara Politik dan Birokrasi
Oleh : Abdul Holid
Sekretaris Menara Peradaban Bangsa
Aparatur Sipil Negara atau yang disingkat ASN yaitu warga negara yang menjadi pegawai, bekerja pada intansi pemerintah di tingkat pusat maupun daerah, ASN berperan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas penyelenggaraan, tugas umum pemerintah dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Ketika melaksanakan perannya sebagai warga negara di masyarakat aparatur sipil negara tentunya hidup bermasyarakat namun ada perbedaan dalam status sosial, biasa nya aparatur sipil negara yang sudah mempunyai jabatan yang tinggi jelas berbeda dengan masyarakat yang lain bahkan perannya lebih dominan, bisa mengorganisir kelompok masyarakat tertentu, karna menjadi sosok pigur yang ditokohkan.
Dalam momentum politik seperti ini tentunya rawan akan disintegrasi antara memerankan menjadi warga masyarakat biasa dan ASN dimana ASN mempunyai birokrasi yang telah di tentukan oleh undang-undang mereka mempunyai sistem aturan yang melekat diantaranya yaitu prinsip netralitas yang harus di aktualisasikan agar sesuai dengan peran fungsinya dan akhirnya tidak menjadi disintegrasi antara ASN dan warga negara biasa yang tidak mempunyai aturan netralitas.
Disinegrasi disini adalah keadilan Demokrasi dimana harus diterapkan dalam proses pemilihan umum agar ASN tetap menjaga netralitas nya demi tegaknya Demokrasi yang berkualitas sehingga ASN tidak terkontaminasi oleh politik praktis yang membuat ketidak adilan dalam proses pemilu.
ASN dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemerintah menjalankan sistem birokrasi yang ada dalam pemerintahan, sebut saja sebagai birokrat pemerintahan, para birokrat menjadi agent sosial politik yang sangat berperan dalam mensukseskan penyelenggaraan pemilu. Politisi memanfaatkan birokrasi ke arena politik, sedangkan birokrasi membuka diri untuk jabatan yang lebih tinggi atau sekedar mempertahankannya.
Menjelang pemilu tahun 2024 birokrat memainkan perannya untuk mendukung salah satu calon (peserta pemilu) demi mempertahankan jabatan nya atau pun demi mempunyai jabatan yang lebih tinggi.
Dalam hal ini maka jelas melanggar undang-undang yang mengatur tentang aparatur sipil negara aturan ini di jelaskan pada undang-undang pasal 2 huruf f UU no 5 tahun 2014 yang menjelaskan salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN yaitu netralitas (setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun).
Dan diatur lagi pada pasal 9 ayat (2) yaitu pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
Ketidak netralan birokrasi dalam pemilu bisa berakibat pada lemahnya legitimasi kinerja pemerintah, penyelenggara pemilu dan hasilnya. Jauh dari harapan, birokrasi Indonesia masih belum bebas dari model birokrasi patrimonial, yakni bentuk pemerintahan di mana semua kekuasaan mengalir langsung dari penguasa. Tidak ada perbedaan antara domain publik dan privat. Hal demikan kemudian menjadi penghambat bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
Walapun sebenarnya wacana mengenai dikotomi antara politik dan birokrasi telah menjadi kajian lama di bidang politik dan pemerintahan, bahwa birokrasi harus netral dari poltik karena ia harus melayani semua dan tidak dikendalikan oleh motif politik sehingga tidak bisa berlaku profesional seperti yang diidamkan oleh Max Weber salah satu pendiri awal dari Ilmu Sosiologi dan Administrasi negara modern dari Jerman.
Menurut Max Weber, birokrasi dibentuk independen dari kekuatan politik atau diposisikan sebagai kekuatan yang netral. Netralitas birokrasi diartikan lebih mengutamakan kepentingan rakyat dan negara dibandingan kepentingan yang lain.
Politik dan birokrasi tidak dapat dipisahkan karena proses dari pembuatan kebijakan adalah ada pada peran eksekutif, dan yang menjalankannya adalah birokrasi, namun harusnya tetap memegang kepada aturan-aturan yang mengatur tentang kewenangan dan kewajiban Aparatur Sipil Negara.
Jika proses ini terus menerus dilakukan maka yang akan terjadi adalah ketimpangan dalam menjalankan roda organisasi kepemerintahan diantaranya :
- Penyelenggaraan pemerintahan tidak di dasarkan pada sistem merit (kebijakan dan menejemen ASN berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang adil tanpa diskriminasi /Undang-undang ASN no 5 tahun 2014).
- Jabatan dibirokrasi di isi oleh PNS yang tidak kompeten.
- Kepentingan masyarakat terdistorsi.
- Pelayanan tidak optimal/tidak profesional
- Penempatan jabatan cenderung melihat keterlibatan dalam Pemilu/Pilkada.