HukrimTangerang RayaTerkini

Buntut Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik, Tim Advokasi Masyarakat Keadilan Tangerang Utara (TAMKARA) Somasi SMPN 3 Rajeg Tangerang

Seorang korban kekerasan seksual berbasis elektronik yang masih berstatus pelajar justru mengalami diskriminasi dari pihak sekolah. Alih-alih mendapatkan pendampingan dan perlindungan, korban disebut mendapatkan skorsing.

Hal ini disampaikan oleh kuasa hukum korban M. Mukhlis Solahudin, S.H. dalam pernyataan resminya kepada media, yang menyebut bahwa tindakan pihak sekolah tersebut melanggar hukum dan berpotensi memperburuk kondisi psikis korban.

Advertisement Space

Klien kami merupakan korban kekerasan seksual berbasis elektronik, yang seharusnya dilindungi, bukan malah dipojokkan. Tindakan skorsing dan tidak memfasilitasi pendidikan merupakan bentuk diskriminasi struktural,” tegas M. Mukhlis Solahudin, S.H. selaku kuasa hukum korban.

Ia menambahkan, korban memiliki hak konstitusional untuk tumbuh dan berkembang sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945. Selain itu, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan UU Perlindungan Anak juga secara eksplisit mewajibkan negara dan lembaga pendidikan untuk memberikan perlindungan menyeluruh kepada korban baik fisik, psikis, sosial, ekonomi, maupun pendidikan.

Advertisement Space

Sekolah tidak boleh jadi tempat kekerasan kedua

Tindakan satuan pendidikan yang menjatuhkan sanksi kepada korban dinilai tidak hanya keliru secara moral, tetapi juga berpotensi melanggar hukum. Kuasa hukum menyebut, sekolah tidak boleh menjadikan pendidikan sebagai alat untuk menghukum korban kekerasan.

Sekolah semestinya menjadi ruang aman. Kalau korban justru diskorsing atau tidak difasilitasi ujian ujian secara khusus sebagai korban, maka sekolah telah gagal menjalankan fungsinya sebagai pelindung,” lanjutnya.

Kuasa hukum juga mendorong Pemerintah Daerah, Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), DPRD, dan aparat penegak hukum untuk bertindak aktif dalam memastikan hak-hak korban tidak terabaikan. Termasuk dalam hal pendampingan hukum, rehabilitasi psikologis, dan proses hukum terhadap pelaku.

Desakan Proses Hukum Terhadap Pelaku

Dalam keterangannya, kuasa hukum menekankan bahwa kasus ini harus diproses secara hukum, karena pelanggaran terhadap korban berdampak tidak hanya pada individu, tapi juga komunitas sosialnya.

Terduga pelaku harus diproses secara hukum berdasarkan UU TPKS dan UU Perlindungan Anak. Ini bukan hanya demi keadilan bagi korban, tapi juga pesan penting untuk masyarakat bahwa kekerasan seksual tidak bisa ditoleransi.

Rilis ini ditutup dengan seruan kepada seluruh pihak, terutama institusi pendidikan, agar tidak menambah luka korban dengan sikap diskriminatif. Korban tetap memiliki hak untuk belajar, bersekolah, dan mendapatkan perlindungan negara sebagaimana mestinya.

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Wett

Matiin Adblock Bro!