Cipayung Plus Bersama Aktivis Kota Tangerang Gelar Aksi Tolak Pembanguman Sutra Rasuna

SABBA.id, Tangerang Raya – Diduga tidak mengantongi izin, gabungan organisasi pemuda dan masyarakat sipil Kota Tangerang yang terdiri dari Cipayung Plus (GMNI dan HMI), Karang Taruna Kecamatan Pinang, dan Dedikasi Ekologi untuk Kota Tertata (Debu Kota) menggelar aksi damai di depan Gerbang Komplek Pembanguman Perumahan Sutera Rasuna, Kecamatan Pinang Kota Tangerang, Rabu 4 Juni 2025.
Hal tersebut dilakukan lantaran, massa akasi menolak Pembangunan Perumahan Sutera Rasuna yang dilakukan oleh pengembang PT. Alam Sutera Group dinilai telah melanggar peraturan yang diduga tidak mengantongi dokumen AMDAL dan tidak melakukan sosialisasi publik terkait pembangunan proyek tersebut.
Koordinator massa aksi dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Tangerang, Elwin Mendrofa memlngungkapkan, bahwa setiap pelaksanaan pembangunan harus mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yakni, setiap rencana usaha yang berdampak terhadap lingkungan wajib memiliki AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL.
Proyek Sutera Rasuna yang berjalan tanpa dokumen-dokumen tersebut, dinilai sebagai bentuk pelanggaran terang-terangan terhadap hukum lingkungan dan tata ruang.
“Kami melihat ini bukan sekadar persoalan administrasi, tapi penghinaan terhadap prinsip hukum dan keadilan lingkungan. Tidak adanya dokumen AMDAL adalah bukti bahwa pengembang tak menghargai warga dan aturan. Negara tidak boleh kalah oleh kekuasaan modal,” ungkapnya.
Untuk itu, masa aksi menuntut kepada pemerintah daerah (Pemkot Tangerang) membuat pernyataan sikap untuk segera menhentikan dan mensegel seluruh aktivitas pembangunan Proyek Sutera Rasuna.
Di sisi lain, Perwakilan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Tangerang, Doni pun menuntut agar PT. Alam Sutera Group wajib mematuhi aturan hukum sebelum kembali melanjutkan proyek.
“Pembangunan ini tanpa dasar hukum yang sah. Ini mencederai integritas pemerintahan daerah. Hukum lingkungan dibuat bukan untuk dilanggar, tapi untuk menjamin keberlanjutan dan keadilan sosial. Jika negara diam, itu artinya berpihak pada pelanggaran,” ujarnya.
Sementara, Koordinator DEBU Kota Agia Adha, didampingi Perwakilan Karang Taruna Kecamatan Pinang, Ardiansyah meminta untuk pengembang dapat segera menerbitkan Dokumen AMDAL dan mensosialisasikan secara terbuka kepada masyarakat.
“Perumahan elit dibangun, tapi lingkungan dikorbankan. Ini bertentangan dengan prinsip kota tertata dan ekologi berkelanjutan. Kami di DEBU Kota mengingatkan: membangun tanpa AMDAL adalah membunuh masa depan lingkungan. Pemerintah harus tegas!,” tegasnya.
Pihaknya pun menambahkan, jika pengembang tidak merealisasikan hak itu, pihaknya meminta kepada pihak berwenang untuk membongkar seluruh konstruksi bangunan. Pasalnya, tidak sesuai dengan Perwal Nomor 111 Tahun 2023 tentang RDTR Kota Tangerang.
“Kami sebagai warga Kecamatan Pinang jelas terdampak. Akses jalan, saluran air, dan ruang hijau terganggu. Tanpa izin dan tanpa sosialisasi, kami merasa diperlakukan bukan sebagai bagian dari kota ini. Kami minta pembangunan ini dihentikan dan dibongkar!,” imbuh Agia Adha.
Menurut Agia, aksi tersebut menjadi pengingat bahwa jika hukum tidak ditegakkan maka pihaknya menyatakan bahwa sistem pemerintahan Kota Tangerang dikendalikan oleh oligarki.
“DPRD Kota Tangerang harus bersikap dan bertindak! Jangan jadi penonton atas pelanggaran hukum. Dan Kejaksaan Negeri Tangerang segera lakukan investigasi atas dugaan gratifikasi dalam proses ini. Pembiaran oleh pejabat menjadi indikasi kuat penyalahgunaan wewenang,” tandasnya.
Kegiatan akasi tersebut berlangsung dengan damai dan tertib, sambil menyuarakan “Keadilan Telah Mati” aksi damai ditutup dengan aksi teatrikal dengan berbaring di depan lokasi pembangunan, merepresentasikan kematian keadilan dan pembiaran hukum di Kota Tangerang.