PandeglangRuang TokohTerkini

Faiz Falahu Romdhoni : Gerakan Pandemi Akhir Zaman

SABBA.ID | Pandemi gerakan Akhir Zaman Sebagian sejarah tercatat, pada Gerakan awal pada masa orde baru mahasiswa Indonesia yang di pelopori Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada tanggal 25 Oktober 1966. atas dasar kesepakatan kelompok – kelompok mahasiswa yang tergabung dalam organ nasional yang merasa gerah akan gerakan PKI yang tidak mencerminkan sifat kemanusiaan pada waktu itu. Sebagaimana kita maklum bersama bahwa mahasiswa saat itu masih menjungjung tinggi nilai-nilai sosial dan revolusioner.

Se lazimnya gerakan, di Indonesia Sendiri Tidak pernah padam baik itu gerakan sosial, ekonomi, politik dan gunjang ganjing kekuasaan. puncak gerakan mahasiswa 1998-1999 dan elemen lainnya tecatat pada masa akhir orde baru dan menciptakan sebuah reformasi yang di balut demokrasi dengan harapan indonesia yang lebih baik dan tidak ada sistem otoriter di dalamnya.
ada aksi pasti ada reaksi. Begitu pribahasa yang di kutip dalam sebuah tulisan Agustin wibowo dalam bukunya yg berjudul TITIK NOL.

Advertisement Space

Kemudian relevansi yang terjadi pada aksi gerakan mahasiswa 1998 tersebut sangat menuai reaksi. Dimana kekuasaan rezim menunjukan taring untuk bertindak sewenang wenang terhadap rakyat yang semata-mata hanya menuntut akan keadilan atas perilaku pemerintahan otoriter.

Tentunya para aktivis mahasiswa masa lalu yang menjadi garda terdepan dalam menumpas tuntas ke kekuasaan rezim 1998.

Para aktivis dan elemen masyarakat tentu melakukan perlawanan pada saat itu, namun kekuatan perlawanan tersebut malah dianggap sebagai tindakan subversif bagi tatanan pemerintahan orde baru, hiruk pikuk dan tumpah darah terjadi habis habisan bahkan penculikan beberapa aktivis yg dijadikan reaksi kekuasaan pada saat itu sangat tidak manusiawi.

Pada akhirnya kekuasaan rezim tersebut mampu di tumbangkan oleh gerakan perlawanan hanya karena demi sejumput rasa bebas dari tercekik nya nuansa indonesia yang otoriter dan jauh dari cita-cita kemerdekaan republik Indonesia.

Aktivis dan gerakan tentu tidak bisa di pisahkan. Seperti halnya thesis dan sintetis maka terciptalah antithesis begitu pula dengan aktivis dan gerakan maka terciptanya sebuah perubahan baik dari segi tatanan ataupun siklus kehidupan. “Bebas atau tertindas” dua kalimat tersebut saya kira cocok untuk menggambarkan suasana saat itu, seolah menjadi bahan bakar untuk terus maju dan bergerak atau mati tertindas. Meski kalimat pendek itu belum mendunia seluas adigium-adigium dunia seperti ela et labora dan vini vidi vici [lirik sajak norman adi satria] jika dua kalimat pendek itu menjadi pilihan maka tentunya aktivis mahasiswa dan lapisan barisan perlawanan bersiteguh memilih untuk BEBAS.

Gerakan mahasiswa pada saat itu memang benar benar mengatasnamakan rakyat, mencari celah untuk menemukan kebebasan serta kesejahteraan bagi negara yang di idamkan para pencetus kemerdekaan indonesia.

Advertisement Space

Berbicara tentang idealisme sudah jangan di tanya lagi!.
Pertanyannya bagaimana kondisi mahasiswa indonesia sekarang?

Mahasiswa dan indonesia bukanlah dua objek yang berpisah dari pohon sejarah gerakan mahasiswa indonesia. Namun, dua objek tersebut memliki sepak terjang sejarah yang sama dalam lingkaran gerakan mahasiswa indonesia. Sebab perubahan indonesia tentu dibarengi campur tangan gerakan mahasiswa.
Apakah mahasiswa di era modernisasi saat ini masih mepunyai garis horizontal yang sama?

Pertanyaan itu mulai memaksa masuk kedalam otak tatkala melihat kondisi indonesia dan agent of change saat ini mulai kehilangan arah gerakan yang dulu meluluh lantahkan kekuasaan rezim baru pada masa krisis moneter yang menambah sejarah kelam nusantara!,.

Namun saat ini sangat di sayangkan, mahasiswa yang dulu menjadi tombak untuk mengikis rezim dan menjadi momok menakutkan bagi aparat birokrasi yang berkuasa saat itu, mahasiswa telah kehilangan jati dirinya yang semakin kabur dan menjadikan gerakan mandul bagi mahasiswa. Semua itu menyeret paksa mahasiswa jauh dari kata idealisme bahkan tidak berdaya lagi di hadapan birokrasi.

Jika dulu para mahasiswa gegap gempita dalam satu suara demi indonesia baru tanpa orba, maka sekarang mereka gegap gempita dalam satu barisan demi rupiah. Hehehe

Bagi saya, ini sepenuhya bukan kesalahan kaum Mahasiswa. doktrin yang berbungkus kurikulum yang di nilai jauh lebih penting dari segala galanya, bagaimana tidak yang seharusnya di bangku kuliah kita memikirkan bagaimana setelah lulus saya harus menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat malah lebih dominan di dorong bagai mana caranya menjadi karyawan yang baik ketika kelak kita kerja, sejujurnya ini salah satu sistem pendidikan universitas yang kurang tepat sasaran di negara ini jika di dalamnya masih ada embel-embel untuk melanggengkan Status Quo. Jangankan berbicara jauh untuk orang lain,berbicara diri sendiripun masih kelimpungan macam orang linglung. Mau dikata apapun inilah realita yang terjadi bukan??

Bagaimanapun situasi dan kondisi saat ini saya hanya bisa berharap mahasiswa sebagai agent perubahan yang berlandaskan tri dharma perguruan tinggi tetap menjung jung tinggi kedaulatan rakyat,sesuai dengan harapan para pencetus kemerdekaan yang dimana menjadikan nusantara sebagai negara yang aman,damai dan berwibawa tanpa menghilangkan semangat api di dalam diri warganya.

Sebetulnya apa sih yang harus dilakukan mahasiswa saat ini ? apalagi kita semua tahu bahwa zaman sudah menunjakan angka revolusi industri ke 4 yang mana saat ini bukan lagi memberbincangkan kekuasaan yang otoriter dan terkesan feodalis sehingga membutuhkan perlawanan yang yang mutlak dan nyata dihadapan muka kemudian memfokuskan mahasiswa untuk menentukan perlawanan yang sudah bulat bahwa di hadapan kita adalah musuh yang sudah di pertimbangkan kesalahannya.

Lalu apakah arah gerak mahasiswa saat ini masih relevan dengan arah gerak mahasiswa masa lalu?
Tentu saja kurang relevan, sebab sistem pemerintahan saat ini terkesan terbuka dan seolah semua tatanan birokrasi dan sosial masyakarat memiliki hak dan wewenang untuk saling mampu menciptakan keadilan sosial baik itu sebagai media kontroling, managing dan saling menguatkan.

Seperti yang tersinggung dalam UUD 1945 PASAL 28 dan UU nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan berpendapat di muka umum. Begitu kira kira menurut saya dari kaca mata orang awam yang terkesan kurang dari wawasan keilmuan.

Banyak sebenarnya yang harus kita perbaiki baik dari segi individu maupun wadah pergerakan bagi para mahasiswa dimana ini merupakan gerbang awal untuk mencipatakan mahasiswa yang melek akan keadaan sekarang serta bisa berpikir kritis tanpa menghilangkan cita rasa demokrasi sedikitpun.

Selanjutnya, bagi mahasiswa sendiri saat ini mungkin sedang berada dia ambang kebingungan atas apa yang harus di lakukan. Bingung disini bukan berarti takut. memang keganasan mahasiswa masih belum bisa diragukan musabab untuk melakukan usaha usaha seperti mendampingi kinerja pemerintah sangat mudah di dilakukam karena atas bantuan perkembangan zaman yang sering mahasiswa gunakan saat ini misalkan media online. Media online mempunyai kemungkinan besar untuk mahasiswa bergumul menyerap isu isu sosial, politik, dan ekonomi. kemudian mengkaji bareng sahabat sahabatnya.

Pola gerakan yang harusnya lebih dominan mengarah ke depan dengan di bantunya era modernisasi seperti saat ini harusnya bisa lebih menguntungkan para aktivis untuk mengakses masalah masalah yang kiranya tidak sesuai dengan kedaulatan rakyat guna memangkas sisa sisa feodal yang masih teguh berdiri di bangku kekuasaan negara ini, sepatutnya kita menyadari akan hal hal yang menjadi beban moril yang di tanggung agent perubahan, bukan malah mengindahkan dan merasa negara ini sedang baik baik saja tanpa mengkaji lebih dalam akan partikel partikel yang bisa membahayakan negara dan merugikan masyarakat banyak.

Lompatan teknologi misalkan, saat ini khususnya di zaman serba teknologi sudah tidak bisa lagi kita puingkiri bahwa kemajuan teknologi mampu memudahkan mahasiswa bahkan sampai anak anak sekolah SD sekalipun lihai dan memainkan gadgetnya.
Data stastista 2019 menunjukan pengguna internet di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 95,2 juta, tumbuh 13,3% dari 2017 yang sebanyak 84 juta pengguna, pada tahun selanjutnya pengguna internet di Indonesia akan semakin meningkat dengan rata-rata 10,2% pada periode 2018-2023. Artinya kondisi saat ini sudah tidak bisa di kekang lagi kalau kemudian teknologi internet mampu di akses oleh kalangan umat manusia indonesia dengan mudah.

Temen-temen pasti tahu di dalam bingkai internet itu sudah pasti banyak sekali menyajikan berbagai macam siaran seperti berita, media sosial dan masih banyak lagi media-media online yang seolah dianggap sebagai hidangan setiap hari yang harus di cicipi setiap informasinya. Ada yang menjadikan sebagai ladang usaha, berkarya, belajar, berbagi cerita hingga temen-temen mahasiswa tidak sedikit yang mengembangan kemampuan dialektika nya di media internet dan media sosial. Tentu ini harus menjadi bentuk rasa syukur atas kemudahan dalam mencari dan menggunakan media online.

Lagi- lagi kita tahu bahwa sudah sepatutnya mahasiswa mampu memainkan perannya di media online sebagai kaum yang tidak condong ke kiri atau condong ke kanan namun harus berada di pertengahan (moderat) lalu mengaplikasikannya dilapangan dengan adil.
seorang teman pernah berkata kepada saya; tidak ada followers maka kau tidak akan di kenal. Bagi mahasiswa tentu kalimat itu bukan menjadi penggiat bahwa mencari atau memohon followers bukan bentuk aktualisasi diri.

Disini kita tau bahwa tridarma perguruan tinggi menjadi pondasi bagi mahasiswa dalam menjalankan kiprahnya, lagi lagi mahasiswa masa kini lebih ingin menunjukan eksitensi nya sebagai bentuk pengamalan tridarma perguruan tinggi. Namun tidak sedikit mahasiwa masa kini yang memilih duduk dibangku santai kemudian mencari berita terkini lalu menyebarkannya di akun sosial mikilknya. Ya, memang bentuk tanggap dan responsif nya masih bergriliya dalam menyikapi isu.

Namun khawatirnya yang tertanam dari stigma mahasiswa seolah bahwa dengan menyebarkan suatu isu melalui media sosial saja itu sudah dianggap cukup dan bentuk respon dari kalangan agent off change.
Padahal ada tugas yang lain dari itu seperti layaknya mahasiswa yang memberikan stimulus kepada manusia lain akan bahagimana cara menyerap ribuan informasi agar tidak terjebak berita bohong (hoax).

Jika stigma diatas kurang kita renungi kembali maka jangan harap takaran kualitas mahasiwa yang dikata erat kaitannya dengan mengedepankan nilai-nilai sosial akan redup, secara teratur bahkan mati secara terstruktur.

Manusia punya pandangan masing-masing khususnya mahasiswa dan masyarakat sosial. Jika kita mampu bersinergi menggarap perkembangan zaman dan kebutuhan sosial saat ini maka kedua nya harus seimbang antara pengelolaan lompatan teknologi dan setelah itu memberikanm stimulus bagi dirinya maupun kelompok-kelompok sosial dengan bentuk pengamalanya dilapangan. Tujuannya hanya satu yaitu; mengurangi egosentris pribadi dan lingkungannya.

Hidup mahasiswa!!!
Mari kita renungkan kutipan puisi dibawah dengan santai…

Jika idealisme ialah kemewahan yang hanya dimiliki oleh pemuda.
Akan diisi dengan apa periode kalian sebagai mahasiswa.
Belajar tentu keharusan yang tak boleh diabaikan,
Namun merugilah jika belajar disempitkan semata perkuliahan.
Nikmati kehidupan kampus dengan terus mengasah,
Jangan habiskan waktu dengan terus berkeluh kesah.
Karena kalian adalah anak-anak muda pilihan,
Yang berkesempatan merenggut dalamnya sumur ilmu pengetahuan.
Bacalah sebanyak-banyaknya buku
Jangan maen gadget melulu,
Kongkow-kongkow tentu boleh saja apalagi jika di sekretariat organ mahasiswa.
Kenali sebaik-baiknya teman-temanmu
Hayati masyarakat disekelilingmu.
Beranilah mengambil pendirian dalam banyak persoalan,
Anak muda kok sudah hobi cari aman
Dengan bersikap netral-netralan.
Tinjulah kemapanan dengan kepalantangan
Lawanlah kejumutan dengan kenekatan,
Membuat terobosan jangan takut jatuh dan terantuk
Dengan terbentur kau akan terbentuk.
Sebab indonesia memang ditemukan dan diusahakan oleh anak-anak muda,
Kalian pulalah yang mestinya memperbaharui tanah air kita.

~Najwa Shihab


Tulisan ini bermaksud tanpa menyudutkan pribadi siapapun dan golongan manapun. Seyogya nya orang awam ini hanyalah bentuk tamparan dan renungan untuk diri sendiri. Tak lupa Ucapan terimakasih kepada sahabat saya yang membantu memikirkan tiap teks catatan receh ini dan kepada orang-orang disekitar yang senantiasa mensuport saya tiap waktu kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Wallahu ‘a’lam…

Melihat, Berfikir, Bergerak
Demi Kemaslahatan Bersama
ikhdinassyrotol mus’taqim,
Wassalamualaikum wr.wb

Show More

Redaksi

Teruntuk pembaca setia Sabba “Semua harus ditulis, apa pun. Jangan takut tidak dibaca atau tidak diterima penerbit. Yang penting, tulis, tulis, dan tulis. Suatu saat pasti berguna” (Pramoedya Ananta Toer)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Wett

Matiin Adblock Bro!