Ruang TokohTerkini

Muhammad Alif Bajanegara: Membangun Oposisi Rakyat

Membangun Oposisi Rakyat | Oleh: Muhammad Alif Bajanegara

Pembuka

Advertisement

“Democracy is an ideology of opposition as much as it is one of government.” (Ian Shapiro)

Oposisi adalah penyeimbang sekaligus sebagai kontrol dari kekuasaan. Jika tak ada oposisi, maka sesungguhnya kata demokratis hanyalah simbol belaka dan situasi ini lebih dekat dengan oligarkis atau otoritarianisme. Oposisi selalu menjadi kritikus dalam upaya mengawasi dan mengoreksi pemerintah dalam instrumen kekuasaan. Maka dari itu, kehadiran oposisi di negara demokrasi adalah kondisi alami dan mutlak keberadaanya. Namun realitas politik yang terjadi pada hari ini adalah upaya penjinakan dan penggerusan opisisi untuk melancarkan pemerintahan yang baru. Kita melihat para elit penguasa sengaja membentuk sebuah rencana dengan cara membentuk koalisi besar nan gemuk, koalisi besar sebenarnya adalah transaksi politik dan sifatnya transaksional yang biasanya akan ditukar dalam bentuk “bagi-bagi kue” atau kursi di kabinet dan jabatan pemerintahan lainnya. Kabinet zaken yang menjadi harapan nanti sepertinya hanya angan-angan, karena kabinet yang akan dibentuk adalah sebuah pembalasan budi kepada partai politik, pendukung, dan bukan dipilih sesuai dengan keahlian kompetensi. eksistensi oposisi sekarang bergantung pada hubungan personal. Mekanisme “check and balances” akan menjadi lemah karena kekuatan eksekutif dan legislatif telah menjalin kesepakatan bersama. Lagi-lagi tidak ada yang namanya opisisi, karena pasca Pemilu 2024, partai politik non-pendukung kini masuk kedalam kubu penguasa. Sebenarnya jika partai-partai ini konsisten berada diluar pemerintahan, maka ini bisa menjadi titik balik kemunduran demokrasi yang terjadi hari ini. Kemudian pertanyaannya adalah, siapa akan yang menjadi oposisi?

Pembahasan

Advertisement

Membangun oposisi dengan rakyat

Civil society melalui organisasi masyarakat sipil bisa memerankan oposisi diluar pemerintahan atau parlemen. Solidaritas kita adalah untuk menahan laju kemunduran demokrasi, bukti bahwa masyarakat sipil bisa menjadi oposisi adalah kritikan yang terbukti lebih kritis ketimbang partai politik. Ini telah terjadi pada beberapa kasus, contohnya RUU KPK, UU Ciptaker, Putusan MK mengenai syarat usia, dan terakhir RUU Pilkada. Opoisi rakyat adalah opsi terakhir dan harapan terakhir demi kelangsungan demokrasi, meskipun kekuatan rakyat tidak sebesar partai politik. Namun konsistensi maskarakat sipil sebagai kritikus kepentingan publik menjadi sebuah harapan agar demokrasi tidak terlalu terjun bebas menjadi otoriter.

Bagaimana caranya?

Advertisement Space

Pertama, kita harus memperbaiki persepsi masyarakat agar melihat status oposisi bukan anti-pembangunan. Justru ketika kita menjadi oposisi merupakan bentuk kritikan kepada pemerintah dalam upaya mengawasi setiap langkah, karena resikonya menyangkut kemaslahtan kita bersama. Kita harus mendorong adanya pendidikan politik tentang demokrasi dan peran krusial oposisi, terutama terkait dengan hak dan kewajiban warga negara untuk berpartisipasi politik.

Kedua, setelah persepsi masyarakat sudah positif, maka sudah saatnya ditumbuhkan kedewasaan politik dan membiasakan melihat penghargaan dalam perbedaan dan tolernasi. Perbedaan politik bukan cerminan dari sebuah ketidaksolidan, namun sebenarnya upaya perbaikan dengan berbagai alternatif solusi. Adanya pemahaman ini membuat masyarakat memberikan suara dan ekspresi terhadap langkah kebijakan yang dibuat pemerintah yang merugikan kepentingan-kepentingan mereka.

Kesimpulan

Oposisi bukanlah sikap melawan pemerintah saja, melainkan kontrol pengawasan yang memberikan alternatif solusi. Namun sayangnya, eksistensi oposisi dalam demokrasi di Inodnesia masih belum cukup solid.Sikap beroposisi berkembang dari sekelompok terpelajar yang memahami politik modern, tentu saja jumlahnya sedikit. Tetapi, seiring berjalannya waktu kesadaran itu meluas dan menular kepada semua masyarakat seiring dengan didorongnya kesadaran politik masyarakat. Justru mereka yang resah akan perkembangan ini adalah sebuah bentuk belum dewasanya Indonesia dalam berpolitik. Semoga nilai-nilai demokrasi dapat diimplementasikan secara penuh dan utuh sehingga menciptakan sustainabilitas.

Show More

Redaksi

Teruntuk pembaca setia Sabba “Semua harus ditulis, apa pun. Jangan takut tidak dibaca atau tidak diterima penerbit. Yang penting, tulis, tulis, dan tulis. Suatu saat pasti berguna” (Pramoedya Ananta Toer)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Wett

Matiin Adblock Bro!