PendidikanRuang Tokoh

Salim Rosyadi: Bolehkah Mengucapkan Selamat Natal Kepada Umat Kristiani?

Oleh: Salim Rosyadi
Sekretaris Rumah Moderasi Beragama (RMB) UIN SMH Banten

SABBA.ID | Serang – Bagi umat Kristiani, tanggal 25 Desember merupakan perayaan keagamaan tahunan atas peringatan lahirnya Yesus Kristus. Di Indonesia sendiri sebagian pemeluk Muslim ada yang memberikan ucapan selamat kepada saudara-saudara umat kristiani. Tapi, pada saat bersamaan juga, muncul isu tahunan dengan pengharaman pengucapan selamat natal. Hal ini dianggap karena dapat mengubah akidah seseorang dan dianggap menyerupai (tasyabuh).

Advertisement Space

Namun demikian, apakah betul pengucapan selamat atas perayaan yang dilaksanakan non muslim itu dapat mengubah keimanan seseorang menjadi kekafiran?
Menurut Mufassir Indonesia Quraisy Shihab, ternyata yang masih polemik atas status pengucapan Selamat ini paling ramai hanya di Indonesia dan sebagian rumpun Melayu.

Sementara di Mesir dan beberapa Negara Arab sendiri, ucapan selamat ini menjadi sesuatu hal yang biasa dilakukan. Di mana sebagian ulama-ulama Al-azhar mengucapkan selamat perayaan natal kepada Umat kristiani, begitu juga sebaliknya, Para tokoh Kristiani mengucapkan selamat pada perayaan-perayaan besar untuk umat Islam.

Terkait permasalahan tersebut, ternyata dalam pandangan Islam sendiri, para ulama tidak semuanya sepakat pada satu suara, ada ulama yang memang menolak, tapi ada pula yang membolehkannya.

Advertisement Space

Pertama, Ulama yang menolak itu seperti di antaranya Ibn Taimiyah Ibn Qoyim, Al-Baaz dan Syaikh Ustaimin dengan tegas atas penolakannya. Ibn Qoyim sendiri dalam Ahkam Ahl al-Dzimmah mengatakan mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan yang hanya milik mereka adalah haram, hal ini didasarkan kepada klaim menurut hasil pemufakatan (ittifaq).

Bahkan tidak hanya itu Syaikh Utsaimin menambahkan, Kalau bukan kekufuran maka minimal adalah haram, sebab hal tersebut sama halnya dengan memberikan (ucapan) selamat atas sujud mereka terhadap salib, bahkan hal itu lebih parah dosanya dan lebih dahsyat kemurkaan di sisi Allah dibandingkan dengan ucapan selamat atas minum khamar, membunuh, zina, dan sebagainya.

Dengan demikian, menurut pandangan mereka, pengucapan selamat Natal itu bukan dalam persoalan Muamalat, tetapi pada persoalan akidah. Sehingga mengucapkan selamat natal sama seperti membenarkan kemaksiatan dan kekufuran. Hal ini berdasarkan keterangan Hadis:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk mereka.” (HR. Abu Daud, nomor 4031).

Sementara di sisi lain, ada juga beberapa ulama yang membolehkannya seperti Wahbab Zuhaili, Muhammad Rasyid Ridla, Syekh Yusuf Qaradhawi, Syekh al-Syurbashi, Syekh Abdullah bin Bayyah, Majelis Fatwa Eropa, Majelis Fatwa Mesir, M. Quraish Shihab, Buya Hamka sebagai Ahli Tafsir asal Indonesia, dan sebagian tokoh NU.

Yusuf Qardhawi mengatakan dibolehkan mengucapkan selamat natal kepada umat kristiani jika dalam hal ini memiliki hubungan perdamaian dengan umat islam, artinya bukan musuh umat islam. Qardawi sendiri menyikapi ucapan selamat itu lebih dalam persoalan sebagai bentuk etika pergaulan antar sesama umat manusia.

Hubungan ini bisa seperti teman sepergaulan, tetangga, kerabat, dan warga dalam satu komunitas. Bahkan ia mengatakan ucapan tahniyah tersebut dianggapnya sebagai kebaikan yang disukai Allah. Ia mengutip firman Allah:
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (QS Al-Mumtahanah:8)
Begitu juga yang diungkapkan Quraish Shihab, bahwa seseorang dibolehkan mengucapkan selamat natal kepada umat kristiani sebagai bentuk rasa kemanusiaan dan persaudaraan, bukan atas dasar akidah yang dapat merubah keyakinan seseorang. Jika mereka bukan seiman, tapi mereka sebagai teman kemanusiaan.

Hal tersebut sesuatu yang wajar, karena terkait status boleh dan tidak bolehnya pengucapan selamat tersebut tidak pernah dijelaskan secara sharih baik dalam alquran maupun dalam Hadis, sehingga para ulama berikhtilaf atas dasar dalil masing-masing.

Dari sini dapat kita lihat, para ulama yang menolak, mereka menganggap pengucapan selamat natal itu persoalan akidah yang dapat merubah keimanan seseorang. Sementara pandangan ulama yang membolehkan, pengucapan selamat itu ditumpukkan kepada persoalan kemanusiaan, bukan pada persoalan akidah. Sehingga dengan mengucapkan selamat tersebut tidak menjadi otomatis merubah keimanan kecuali disertai pengakuannya dan pengikrarannya.

Dari perbedaan tersebut, jika dekontekstualisasikan di Indonesia, setidaknya ada beberapa pandangan, Pertama. Indonesia adalah negara yang dibangun atas dasar kesepakatan bersama. Sehingga di negara kita mengakui keberadaan semua pemeluk agama dan kepercayaan yang setara, sehingga untuk menjaga keharmonisan umat, dibolehkan seseorang bila mengucapkan selamat natal kepada umat kristiani dalam konteks menjaga keharmonisan beragama.

Kedua, negara Indonesia adalah negara damai (Daar al-Salaam), dan bukan negara konflik atas dasar agama. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Yusuf Qardhawi boleh mengucapkan sebagai bentuk etika kehidupan.

Ketiga, pengucapan selamat natal tidak berarti otomatis akidah kita pindah menjadi agama lain, hal ini karena tidak didasarkan kepada pengikraran keyakinannya, tapi atas dasar kemanusiaannya. Karena tolak ukur keimanan adalah mengakui dengan hati, dan dikerjakan dalam bentuk perbuatan. Sementara ucapan natal itu hannyalah ungkapan rasa senang saja atas kegembiraan orang lain. Sehingga makna pengucapan natal dalam konteks ini adalah sebagai tanda kasih sayang sesama manusia semata.

Jadi, jika ada seseorang yang mengucapkan selamat natal kepada umat kristiani dipersilahkan, tidak mesti dilarang. Begitu juga yang tidak mengucapkan tidak apa-apa. Tapi yang harus digarisbawahi yaitu tidak perlu menjustifikasi atas keimanan seseorang dengan mencap menjadi sesat.

Show More

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Wett

Matiin Adblock Bro!